Kongres ke XXI GMNI Melahirkan Dua Pimpinan Pusat?

Nasional56 Dilihat

2enam.com, Ambon : Kongres GMNI ke XXI yang bertempat di Ambon melahirkan dua Pimpinan di tubuh GMNI membuat GMNI terbelah secara kepengurusan tapi tidak secara Asas Perjuangan.

Hasil di Kongres Ambon terjadi karena dinamika-dinamika yang terjadi begitu kompleks sehingga ada kubu yang di komandoi Ketum dan Sekjen serta tujuh Pengurus DPP memindahkan lokasi kongres yang resmi di Christiani Center ke salah satu hotel di ambon dan diikuti puluhan peserta dari berbagai DPC dan DPD sehingga menghasilkan pimpinan GMNI, tetapi beberapa Pengurus DPP yang teguh tetap menyelengarakan Kongres di Christiani Center lokasi resmi penyelengaraan kongres dengan puluhan peserta yang berasal dari DPC dan DPD sehingga menghasilkan kepimpinan DPP.

Melihat hal ini dengan dinamika yang berjalan dan saat inipun semua kubu menganggap sah pimpinan mereka, hal ini seperti mengembalikan sejarah kelam GMNI yang pernah memiliki dua Pimpinan Pusat walaupun pada akhirnya bersatu kembali.

Siapa yang diuntungkan dari peristiwa ini atau siapa yang dibalik dari peristiwa ini sehingga membuat GMNI memiliki dua pimpinan pusat?

“Hal ini menurut hemat saya hanya akan memperpanjang dinamika yang tidak sehat selama kongres dan membuat GMNI secara kepengurusan akan terbelah menjadi dua bagian atau kelompok,”ujar salah seorang kader GMNI Lubuk Linggau, Hosta Reno Sastra.

Ia juga mengatakan, akan ada perang eksistensi baik di pusat maupun daerah, sehingga membuat seluruh kader menjadi kebingungan karena terlalu banyak yang mengomandoi GMNI secara struktural.

Dinamika semacam itu membuat GMNI mungkin saja hanya akan berkutat dalam dinamika organisasi untuk dapat diakui seluruh stakeholder bukan tidak mungkin situasi ini akan disusupi oleh oknum-oknum tidak bertanggungjawab sehingga membuat GMNI tidak di fokus dalam kerja-kerja ideologis hanya akan terfokus dalam dinamika internal,”katanya.

“Sebagai kader GMNI, kita semua harus menyadari Kongres selain medimisio erkan kepengurusan, juga memilih kepengurusan baru tetapi jauh lebih penting harus melahirkan gagasan guna memperkokoh kekuatan kaum marhaenis dikancah politik dan sosial di negeri ini,”sambung Hosta Reno.

Lanjut Ia mengatakan, kader GMNI harus menyadari bahwa hasil dari Kongres harus melahirkan gagasan baru bukan melahirkan dua kepemimpinan.

“Sehingga kerja-kerja ideologis GMNI akan tetap berjalan dan membuat organisasi ini menjadi bagian terpenting di dalam melahirkan marhaenis guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,”tuturnya.

Ia mengungkapkan, begitu pentingnya Pemikiran – pemikiran kawan-kawan GMNI untuk negeri ini, sehingga kekondusifan organisasi dibutuhkan untuk melakukan kerja-kerja ideologis tersebut.

“Ketakutan inilah yang membuat keprihatinan saya selaku kader yang dilahirkan dari rahim GMNI melihat kondisi saat ini dimana GMNI memiliki dua nahkoda yang sama-sama mempunyai potensi, pemikiran dan tujuan yang sama di dalam membesarkan organisasi,”imbuh Hosta Reno.

Ia juga menjelaskan, harus ada satu kelompok atau individu yang bergerak guna melakukan rekonsiliasi terhadap dua kubu tersebut, mendamaikan keadaan, menyatukan tujuan dan menyatukan dua nahkoda dalam satu kepemimpinan.

“Memang bukan hal yang mudah, tetapi harus ada yang memulai hal tersebut. Keadaan seperti ini tidak mungkin kita biarkan, karena kesolidan organisasi menjadi salah satu bagian terpenting didalam menjalankan organisasi guna mencetak kader-kader yang pejuang pemikir, pemikir pejuang,”ungkapnya.

Ia juga mengajak seluruh kader GMNI untuk melakukan rekonsiliasi guna menurunkan suasana panasnya saat kongres dan ego guna menyatukan kembali yang sempat terpecah, agar dinamika semacam ini tidak terjadi lagi.

“Mari menyatukan dua pemikiran yg memilki satu tujuan di dalam satu kepemimpinan, dalam hal ini AD/ART GMNI dan para mediasi menjadi hal terpenting di dalam mendamaikan dua kubu pimpinan pusat GMNI. Berdamailah kawan kita adalah saudara seideologi,”tutup Hosta Reno.

(*/23)

Komentar