A. Aco Ahmad ; IJS Makin “Garang” Tapi Beretika

Mamuju, Opini, Sulbar36 Dilihat

2enam.com, Mamuju – Apasih IJS? Mungkin saja diluar sana masih banyak yang menanggap organisasi “karbitan” ini tak bernilai karena memang bukan organisasi berlabel nasional yang diakui keberadaannya oleh dewan pers.

Bagi kami, pengakuan dewan pers bukanlah tujuan kami membentuk organisasi pers lokal yang berkedudukan di Mamuju ibokota Sulbar dengan nama Ikatan Jurnalis Sulbar (IJS). Umurnya tentu masih sangat belia atau seumuran anak PAUD yang kini telah menapaki usia 4 (empat) tahun silam.

Walau hanya berlabel organisasi pers lokal, kami bersama puluhan pewarta lainnya hanya ingin organisasi ini resmi dan diakui keberadaannya oleh pemerintah sesuai dengan terbitnya surat keputusan dari Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia. Itulah yang kami butuhkan untuk kemudian menjadi pijakan dalam menjalankan roda organisasi pers lokal yang lebih terhormat sebagaimana acuan organisasi yang kita sepakati dalam menyusun serta merumuskan konsep yang telah diatur dalam AD ART IJS pada pelaksanaan Musyawarah Besar (Mubes) belum lama ini.

Kami sadar, organisasi ini tak selevel dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) maupun Ikatan Jurnalis Televisi Indonesian (IJTI) maupun organisasi pers lainnya. Walau begitu, kami tidak berkecil hati dan malah menjadi pelecut untuk terus berkarya hingga denyut jantung ini terhenti. Pengakuan itu mengalir sendiri dari publik. Itu sesungguhnya sangat tergantung dari hasil karya dari produk jurnalis itu sendiri. Artinya teruslah berkarya wahai sang jurnalis…

Sebab menjadi jurnalis yang hebat memang membutuhkan proses panjang hingga karya tulisan itu benar benar dinikmati masyarakat secara umum dengan catatan jurnalis mutlak berpedoman pada rell rambu-rambu kode etik pers yang diatur dalam kitab Undang Undang tentang Pers.

Jika jurnalis bekerja telah berpedoman pada kode etik maka apapun isunya dilabrak saja dengan pemberitaan. Tak perlu cuit nyali dengan ancaman karena teror adalah bumbu racikan menjadi pewarta yang handal nan profesional. Jangan merasa hebat menjadi jurnalis jika takut menghadapi teror. Hanya satu yang patut ditakuti adalah Teror dari pemilik alam semesta.

Karenanya, pers yang tergabung di IJS memang harus tampil “Garang” tetapi sopan dan beretika. Jika ada oknum pers kerap melakujan intimidasi apalagi pemerasan kepada obyek pemberitaan, ya gak perlu dibully di media sosial (medsos). Langkah tepat yang harus dilakukan LAPORKAN ke aparat penegak hukum. Oknum pers pemeras ini sesungguhnya layak “dikandangkan” di rumah tahanan negara karena menjadi benalu dari jutaan warga jurnalis, khususnya di Sulbar.

Saya berpikir oknum wartawan pemeras tidak mesti di hukum melalui medsos atau media koran lainnya. Jangan sampai kita sendiri melakukan kudeta terhadap profesi kita sendiri. Beruntunglah, karena hingga saat ini masyarakat dan negara tetap percaya bahwa Keberadaan pers tetap menjadi bagian penting ataw salah satu pilar berdemokrasi.

Menjadi bagian dari lahirnya organisasi pers IJS bagi penulis merupakaan kebanggan tersendiri. Mengapa? Ya itulah IJS yang lahir dari proses aksi kekerasan pers hingga sengketa pemberitaan media.

Maraknya kekerasan pers kalah itu menggelitik hati teman teman pers yang ada di Mamuju sehingga IJS dilahirkan untuk menjadi wadah untuk memperjuangkan kemerdekaan pers tanpa ada tekanan.

Organisasi Pers IJS ini dimotori Irham S. IP yang kembali terpilih pada pelaksanaan musyawarah besar (Mubes) periode 2017-2020.

Pria berbadan kekar ini lahir di pelosok Babana Kabupaten Mamuju Tengah Sulbar, Maret 1979 yang saat ini tercatat selaku Direktur PT Sulbar News Group.

Meski sibuk mengurus perusahaan miliknya, tak lengkap rasanya jika ia melewatkan naluri seniman yang telah mengalir dalam tubuhnya. Bisa dibilang urusan seni lebih utama dibandingkan profesi jurnalistiknya.

Sebelum mengenal dunia jurnalis maka dunia seniman pub telah ia geluti yang kerap tampil dari panggung ke pentas panggung lainnya. Itu semua ia lakukan untuk mengais reski halal dengan bayaran secukupnya. Menjadi penyanyi dan wartawan dilakoni sejak tahun 2005. Kerja tak kenal lelah ini ditunaikan untuk menjadi sosok pria yang bertanggungjawab penuh kepada keluarganya.

Karir seni pun terus mengalir dan bahkan sempat menembus dapur rekaman lagu daerah Mamuju tahun 2006. Lagu hitnya kala itu berjudul Mamuju Makkarama yang digarap budayawan dan seniman lokal, Rasyid Kampil.

Inilah sekelumit sosok sahabat Irham Asiz yang dinobatkan selaku ketua umum IJS. Organisasi ini menghimpun lebih dari 25 perusahaan media online, cetak dan elektronik dengan jumlah pengurus hingga 83 pewarta muda.

Akhir tulisan ini juga menekankan harapan besar agar kelak kita sebagai pemuda jurnalis yang beretika, santun, berkualitas,profesional dan bermanfaat bagi masyarakat. Semoga kita salah satu bagian pemuda dari 10 pemuda yang diinginkan sang proklamator Soekarno Hatta dalam sebuah pidatonya dimasa lampau.***

Mamuju 06 Desember 2017

Oleh A. Acho Ahmad
(ketua Dewan Etik IJS)

Komentar