Anak Muda Palsu Oleh : Anhar Toribaras
Saya orang paling jarang menulis panjang curhatan kedalam media sosial, tapi hari ini saya mencoba dan belajar memanfaatkan sosial media mengutarakan kegelisahan saya akan sikap dan tindakan yang dapat memecah persatuan dan kesatuan.
Pemuda selalu menjadi lokomotif penggerak akan sebuah perubahan besar, sejarah telah membuktikan itu, meski saya tak ingin menyebutnya satu persatu yang hanya akan menjadi kenangan sejarah pemuda masa lalu. Namun tidak jarang pula pemuda terjebak pada romantisme dan kepentingan kelompok dan golongan sehingga lupa hakekat perjuangan pemuda yang menjadi tonggak Sumpah Pemuda.
Disituasi bangsa saat ini yang terancama akan disintegrasi, ramai-ramai kembali memupuk kbhinnekaan yang menjadi pengikat antar etnis, suku dan agama, sepatutnyalah pemuda mengambil peran untuk itu, menumbuhkan sikap patriotisme, dengan kemampuan dan disiplin ilmunya.
Namun, tidak elok rasanya jika kemampuan dan disiplin ilmu yang dimiliki itu terjebak pada hal-hal yang primordialisme ataupun perdebatan di media sosial yang tak berujuang atau menimbulkan damapak negarif, sebab banyak persoalan didaerah ini yang harusnya menjadi perhatian bersama. Seperti persoalan lingkungan, petani, upah buruh, kaum miskin kota, pendidikan dan kesehatan.
Apalagi Sulawesi Barat dihadapkan pada daerah yang sedang menjalankan tahapan proses demokrasi, Pemilukada. Yang sedang mencari figur yang mampu menjadi pengayom bagi semuan masyarakat Sulawesi Barat yang majemuk.
Saat ini dan seterusnya semua pihak harus mampu menjaga semangat kebhinnekaan agar tidak terjadi gesekan yang dapat merusak nilai-nilai saling menguatkan ‘Sipamandaq’ yang menjadi semangat ber Sulawesi Barat dalam bingkai Republik Indonesia. Sebab saat ini banyak orang bisa mengatasnamakan kelompok dan golongan, memakai atas nama hukum untuk saling menjerat (baca : menuntut), padahal itu masih dapat dibicarakan dengan baik, atau dimusyawarahkan, yang telah menjadi nilai dalam kehidupan kita dalam berbangsa dan bernegara, yang tertuang dalam Pancasila.
Pemuda hari ini harusnya mampu mengambil peran positif dalam masyarakat, jika tidak ingin disebut hanya sebagai pemuda yang tanpa bentuk ‘Anak Muda Palsu’. Pemuda harusnya mampu menggali dan menggalang potensi masyarakat yang berserak dan yang telah terkotak-kotak oleh pengelompokan identitas baik di ranah sosialnya ataupun politik.
Politik Pemuda itu bukanlah bersandar atas logika-logika politik kekuasaan yang selalu berbicara di ranah kalkulasi untung rugi semata melainkan harus tetap menyandarkan pada politik masyarakat sendiri, dimana kedaulatan kuasa rakyat akan berangkat dari kehendak rakyat. (*)
Komentar